Para ulama' peneliti (Muhaqqiqin) berkata.
وَكُلُّ خَيْرٍ فِي اتِّبَاعِ مَنْ سَلَفَ وَكُلُّ شَرِّ فِي ابْتِدَاعِ مَنْ خَلَفْ
Segala kebaikan tertumpu dalam mengikuti Salafush Shalih. "Segala kejahatan tertumpu pada bid'ah para Khalaf (generasi sesudah Salaf)"
Ini bukan sya'ir, ini adalah perkataan yang disimpulkan dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah berfirman.
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali" (QS.An-Nisa' : 115)
Mengapa Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Padahal Allah Jalla Jalaluhu mampu untuk berfirman.
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali".
Megapa Allah berfirman ?
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min"
Yaitu agar seseorang tidak menunggangi kepalanya sendiri dengan mengatakan : "Beginilah saya memahami Al-Qur'an dan beginilah saya memahami Hadits".
Maka dikatakan kepadanya : "Wajib bagi kamu memahami Al-Qur'an sesuai dengan pemahaman orang-orang yang pertama kali beriman (Salafush Shalih).
Nash Al-Qur'an ini didukung oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang menguatkannya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang perpecahan yang terjadi pada umatnya,
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّوَاحِدَة قَالُوْا مَنْ هِيَ يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ : الجَمَاعَةُ وَفِي أُخْرَي : مَاأَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
"'Semuanya di neraka kecuali satu kelompok' para sahabat bertanya siapa kelompok itu ya Rasulullah ? beliau bersabda : "Al-Jama'ah". Dalam riwayat yang lain : "Sesuatu (ajaran dan pemahaman) yang mana aku dan para sahabatku berpijak padanya".
Mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan kelompok yang selamat itu berada di atas pemahaman jama'ah, yaitu jama'ah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ? (Yang demikian itu) agar tertutup jalan bagi orang-orang ahli ta'wil dan orang-orang yang mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash Al-Qur'an dan hadits.
Sebagai contoh, firman Allah Jalla Jalaluhu.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ ﴿٢٢﴾ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka melihat" (QS.Al-Qiyamah : 19-20)
Ayat ini adalah nash yang jelas dalam Al-Qur'an bahwa Allah Jalla Jalaluhu memberikan karuniaNya kepada hamba-hambaNya yang beriman pada hari kiamat, mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu yang mulia,
sebagaimana dikatakan oleh seorang faqih ahli syair yang beraqidah salaf.
يَرَاهُ الْمُؤْ مِنِيْنَ بِغَيْرِ كَيْفٍ وَتَشْبِيْةِ وَضَرْبٍ لِلْمِثَلِ
"Kaum mu'min melihat Allah tanpa takyif (menanyakan bagaimana), tidak pula tasybih (menyerupakan) dan memisalkan"
Mu'tazilah berkata : "Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya di dunia maupun di akhirat",
(Jika ditanyakan kepadanya): "Akan tetapi kemana kamu membawa makna ayat itu ?" dia berkata : "Ayat itu bermakna : wajah orang-orang mukmin melihat pada kenikmatan Rabbnya".
Jika ditanyakan kepadanya : "Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti (melihat kenikmatan Rabbnya) sedang Allah Jalla Jalaluhu berfirman : "Kepada Rabnyallah mereka melihat?" darimana kamu datangkan kata kenikmatan ? ia berkata : Ini adalah majas (kiasan).
Oleh sebab itu Ibnu Taimiyah mengingkari adanya majaz di dalam Al-Qur'an. Karena ia merupakan salah satu pegangan terkuat dan terbesar yang telah merobohkan aqidah Islam.
Ayat diatas, menetapkan suatu karunia dari Allah Jalla Jalaluhu kepada hambaNya yaitu mereka akan melihat wajah Allah Jalla Jalaluhu pada hari kiamat, tetapi orang-orang Mu'tazilah mengatakan ini tidak mungkin.
Demikian pula firman Allah Jalla Jalaluhu.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sessuatupun yang semisalNya dan Dia maha mendengar lagi maha melihat" (QS.As-Syuura : 11)
(Orang yang berpaham Mu'tazilah berkata) : "Makna ayat itu bukan Maha Mendengar dan Maha Melihat !
Jika ditanyakan : "Mengapa?" mereka berkata : "Karena jika kita mengatakan Allah itu melihat dan mendengar maka kita telah menyerupakan Allah dengan diri-diri kita". Lalu ditanyakan kepada mereka : "Jika demikian halnya, apakah makna mendengar dan melihat ?". Yaitu mengetahui dan mendengar keduanya adalah lafadz dalam bahasa Arab.
Jadi mendengar dan melihat menurut mereka sama dengan mengetahui. Akan tetapi apakah masalahnya akan selesai hingga disini ?.
Jika dikatakan "fulan alim" dalam bahasa arab ini adalah ungkapan yang diperbolehkan. Dan boleh kita menyebut seorang manusia itu alim, yang bermakna "mengungkapkan dengan cara yang melebihkan sifat tentang orang tersebut".
Lalu dikatakan pada mereka : "Apakah boleh kita mengatakan bahwa fulan seorang alim ?". 'Ya', boleh, kalau begitu, kita tidak boleh mengatakan bahwa Allah Jalla Jalaluhu itu Alim (Maha Mengetahui), karena hal itu akan menjadikan penyerupaan Allah Jalla Jalaluhu dengan hamba Allah Jalla Jalaluhu.
Demikianlah cara mereka menafikan atau meniadakan sifat-sifat Allah Jalla Jalaluhu. Hingga perkaranya sampai kepada pengingkaran mereka terhadap wujud Allah, baik mereka mengakui ataupun tidak mengakui, karena cara mereka yang demikian itu konsekwensinya menetapkan mereka (menginkari wujud Allah).
Dan semoga Allah merahmati Imam Ibnul Qayyim ketika beliau berkata :
المُجَسِّمُ يَعْبُدُ صَنَمًا وَ الْمُعَطِّلُ – يَعْنِي المُؤَوِّلُ – يَعْبُدُ عَدَمًا
"Orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk menyembah patung, sedang Al-Muatthil (orang yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilkannya) menyembah sesuatu yang tidak ada".
Oleh sebab itu dari kalangan orang-orang yang tidak berpegang kepada metode Salafus Shalih tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, mereka berkata : "Allah tidak berada diatas". Nah ! Apakah engkau dapati dalam Al-Qur'an bahwa Allah tidak di atas ?
Kita mendapati dalam Al-Qur'an, Allah mensifati hambaNya.
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ
"Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka"(QS.An-Nahl : 50)
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy" (QS.Thaha : 5)
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan" (QS.Al-Ma'arij : 4)
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
"KepadaNya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkanNya (QS.Faathir : 10)
Dan seterusnya, lalu mereka katakan : "Allah tidak berada di atas !!"
Kalau begitu berada di bawah ??
Mereka berkata : "Tidak berada dibawah !!"
Kalau begitu di sebelah kanan ??
Tidak !! tidak berada disebelah kanan ! Tidak, disebelah kiri ! Tidak, di depan dan tidak pula di belakang ! Tidak juga berada di dalam alam ini atau di luarnya !
Kalau begitu apa yang tersisa dari wujud keberadaan Allah ?! Yang tersisa adalah Al'Adam (tidak ada).
Inilah ilmu yang mana para ulama ahli kalam tanpa terkecuali terbelit dalam kesulitan dan binasa didalamnya, kecuali ulama yang berada diatas manhaj Salafush Shalih.
Semua ulama ahli kalam tanpa terkecuali, baik yang berpemahaman 'As'ariyah atau Maturidiyah, kecuali beberapa gelintir manusia diantara mereka yang beriman kepada apa yang dipahami oleh Salafush Shalih, sebagaimana perkataan sebagian dari mereka.
وَرَبُّ الْعَرشِ فَوْقَ الْعَرْشِ لَكِنْ بَلاَوَصْفِ التَّمَكُّنِ وَاتَّصَالِ
"Dan Rabbul Arsy (Allah) berada di atas Arsy, akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel (Nya pada Arsy)"
Artinya : "Tiadalah sesuatu yang serupa denganNya" Allah mensifati dirinya bahwa Dia bersemayam diatas Arsy, dan Rabbul Arsy (pencipta Arsy) berada di atas Arsy akan tetapi tanpa disifati dengan kemantapan dan menempel(Nya pada Arsy).
Lihatlah wahai saudara-saudara kami khususnya para pemuda ! bukankah kita menginginkan untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang Islami, dan menginginkan berdiri di depan (menghadapi) kelompok atheis dan komunis, dan kelompok-kelompok semisal mereka ?!
Dengan apakah kita akan berdiri di depan (menghadapi) mereka ! Apakah dengan ilmu yang diambil dari Kitabullah dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sesuai Manhaj Salafus Shalih ataukah dengan ilmu kalam ?
Akan tetapi aku katakan merupakan suatu kebaikan bagi kalian atau sebagian di antara kalian jika sesungguhnya dia belum pernah membaca ilmu kalam, ini adalah hak atau dia tidak mengetahui bahwa kadang-kadang ia mengetahui atau mendengar ini.
Lalu merasa heran, apakah ada kaum muslimin yang beraqidah semacam ini ?? (jawabnya) : "Ya, ada". Bacalah kitab "Ihya Ulumudin" karya Al-Ghazali, dan beberapa tulisan-tulisan yang baru yang telah dicetak dan menyebar di zaman ini "dengan nama aqidah".
Niscaya kalian akan dapati didalamnya pengingkaran itu dicetak dengan cetakan yang baru pada masa kini, dan (di dalamnya termaktub) bahwasanya Allah tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak di sebelah kanan, tidak pula di sebelah kiri, dan seterusnya.
Oleh karena itu, semoga Allah merahmati salah seorang Umara' (penguasa) di Damaskus yang ikut hadir dalam sebuah dialog antara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan orang-orang yang bepemahaman Muatthilah (orang-orang yang menolak penyerupaan Allah tapi menakwilnya), tatkala ia mendengar perkataan mereka dan juga perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafus Shalih, iapun merasa puas dan yakin bahwa inilah (perkataan Ibnu Taimiyah yang bersandar pada Al-Qur'an dan Sunnah serta perkataan Salafush Shalih) aqidah yang benar. Lalu ia menoleh kepada Ibnu Taimiyah dan berkata :
هَؤُلاَءِ – يُشِيْرُ إِلَى الْمَشَايِخِ- قَوْمٌ أَضَاعُوْارَبَّهُمْ
"Mereka itu (sambil menunjuk ke arah para Syaikh yang menjadi lawan dialog Ibnu Taimiyyah) adalah suatu kaum yang meniadakan atau menyia-nyiakan Rabb mereka"
Ini adalah perkataan yang benar, mereka adalah kaum yang meniadakan Rabb mereka. Mengapa (mereka berkata) : "Allah tidak berada di atas, tidak dibawah, tidak disebelah kanan, tidak pula disebelah kiri, dan seterusnya ?"
Inti dari masalah yang saya sebutkan diatas " Apakah yang membinasakan ulama kaum muslimin??" terlebih lagi penuntut ilmu mereka ?? Dan lebih dari itu semuanya orang awam mereka kepada 'kerendahan' dan 'kesesatan yang nyata ini ??'
Kami menasehati setiap kaum muslimin di dunia ini agar 'menggabungkan' keharusan berpegang kepada kitab dan sunnah dengan pemahaman Salafus Shalih. Dan kalau tidak demikian halnya maka setiap kelompok di dunia ini akan berkata : "Kita berada di atas Al-Qur'an dan Sunnah".
Oleh,
Syaikh al-Albani rahimahullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar